Isran-BPK ''Tarung'' di MA





SAMARINDA – Masih ingat kasus sengketa antara Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim, mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dirilis BPK pada 31 Desember 2008.
Saat itu, Isran menggugat perdata karena keberatan atas isi LHP yang menyebut dirinya sebagai aspirator pembayaran bantuan sosial (bansos) APBD Kutim 2007 senilai Rp 500 juta, untuk Yayasan Pendidikan Tinggi Agama Islam Sangatta (YPSTAIS).
Perkara perdata tersebut, kini berlanjut ke Mahkamah Agung (MA) setelah upaya hukum banding yang diajukan BPK dikabulkan Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim pada 28 Maret 2011 silam.
“PT mengabulkan keberatan yang kami kirim. Sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006 Ayat 2 yang menyebutkan, BPK tak bisa digugat secara perdata. Putusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 83/PDT/2011/PT.KT tertanggal 28 Maret 2011,” kata Maksum, kasubbag Hukum dan Humas BPK Perwakilan Kaltim, Selasa (12/7).
Menurut Maksum, pengacara Isran Noor juga telah mengajukan memori kasasi ke MA. “Kami dikabarkan seperti itu, tanggal persisnya saya tidak tahu,” katanya.
Dia menambahkan, BPK pun telah mengajukan kontra memori kasasi ke MA pada 8 Juli 2011. “Sekarang masih dalam proses, kami tunggu saja hasilnya,” ucapnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada 29 Maret 2010, mengabulkan gugatan Isran Noor terhadap BPK, terkait LHP yang dirilis 31 Desember 2008.
Atas putusan tersebut, majelis hakim menghukum dengan memerintahkan tergugat, dalam hal ini BPK untuk menghapus atau memperbaiki LHP itu. Khususnya pada halaman 21 yang menyebut Isran Noor sebagai aspirator pembayaran bansos APBD Kutim 2007 senilai Rp 500 juta, untuk YPSTAIS.
Perintah perbaikan, yaitu dengan cara mengumumkan melalui media massa cetak berskala nasional dan lokal selama 3 hari berturut-turut. Majelis hakim PN Samarinda, yang diketuai Suharjono kala itu, juga memerintahkan tergugat membayar dwangsom (uang paksa) sebesar Rp 500 ribu per hari, yang dihitung berdasarkan keterlambatan melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dibanding tuntutan penggugat. Yakni, dengan tuntutan membayar ganti rugi immaterial dengan cara melakukan perbaikan LHP Nomor: 19/LHP/XIX.SMD/12/2008 tertanggal 31 Desember 2008 kepada institusi pada media massa cetak berskala nasional dan lokal selama 7 hari berturut-turut. Penggugat juga meminta tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 1 juta per hari, yang dihitung berdasarkan keterlambatan melaksanakan isi putusan. Namun, pada tingkat banding, giliran BPK yang menang. Sehingga Isran Noor melakukan upaya hukum kasasi.
 

0 komentar: